Belajar Memaafkan dari Anak Kecil



Masih ingat masalah bullying yang dilakukan anak SD di Bukit Tinggi? Hem.. kira-kira kalau kita jadi orang tua si korban, apa yach yang bakal kita lakuin pada tuh pelaku? Mencubit, menampar, atau malah mengelus dan menasihatinya dengan penuh kasih sayang. 

 foto bullying anak SD Bukit Tinggi


Bicara masalah bully membuly, aku sendiri pernah punya pengalaman yang pahit waktu Radit masuk TK. Sebagai ibu, aku berusaha keras agar Radit tumbuh dengan perilaku yang baik dan penyayang sesama. Sewaktu kecil, aku dan suami menyayangi dan menjaganya dengan sepenuh hati. Kami juga menjauhkan Radit dari anak-anak kampung yang berperilaku buruk, seperti suka mengumpat, suka memukul sesama teman, dan bercanda keterlaluan. Yach, mungkin perlakuan kami tak jauh beda dengan orang tua lainnya yang menginginkan anaknya menjadi yang terbaik. 
Betapa menggemaskannya Radit waktu kecil

Namun seiring berjalannya waktu, kamipun baru sadar bahwa kami tak akan mungkin menjaganya selama 24 jam lagi. Ketika dia masuk sekolah, otomatis ada beberapa jam yang mengharuskan dia berbaur dengan teman-temannya di sekolah. Padahal di sekolahnya, kita tidak tahu, apakah semua teman-temannya dididik dengan cara yang sama dengan kita? Apakah ada jaminan kalau teman-temannya baik dan tidak tega memukul semut sekalipun seperti anakku waktu itu?
Tidak! Ternyata tidak semua temannya berasal dari keluarga baik-baik, ada beberapa yang berasal dari keluarga rumit (korban perceraian, orang tuanya pemabuk, dan lain sebagainya). Hem, ngenes juga membayangkannya. Awalnya semuanya baik-baik saja, Radit bisa berbaur dan ceria bersama mereka. Setiapkali pulang sekolah, aku tidak pernah melihat kesedihan atau masalah berat yang membebaninya. Bahkan dia dengan lancarnya selalu menceritakan pengalamannya di sekolah.
Bahagia dan tenang, itulah awalnya yang kurasakan. Namun suatu hari, aku dikejutkan dengan kedatangan guru TK ke rumah. Tampangnya tegang dan serius banget, pakai bilang mau ngomong sesuatu yang penting. Waduh, bisa dibayangin dong betapa deg degannya aku kala itu.
Setelah suasana mencair, Bu Guru tersebut baru mengutarakan niatnya datang ke rumah. Dia mau minta maaf karena ada insiden buruk menimpa Radit. Astaghfirullah, seketika kepalaku terasa berat. Setelah kudesak, Bu guru itu menceritakan kalau ada salah seorang murid yang super duper di kelasnya.
Soal tuh anak super yang dimaksud, sebenarnya aku tahu dan sudah mendengar tentang kenakalannya pada teman-teman di kelasnya. Bahkan beberapa tetangga sering melabrak ke rumah neneknya (kebetulan dia dirawat oleh neneknya), bahkan ada anak tetangga yang dipukul kepalanya sampai benjol semua. Ya sudah, neneknya disuruh tanggung biaya periksa ke Rumah Sakit.
Kembali ke masalah Radit. Ternyata awalnya semua anak tengah asyik bermain menggunting kertas di atas karpet. Nah, tanpa ada masalah, tiba-tiba tuh anak dengan sengaja mengunting tangan Radit sampai berdarah. Duh, rasanya kulitku saat itu kayak dikelupas hidup-hidup. Periih banget. Gimana tidak, anak semata wayangku digunting hidup-hidup sama temannya. Bisa dibayangin betapa sakitnya. Gimana dia nangis tanpa ada kami, orang tuanya. Mendadak mataku mengembun dan ada rasa sakit menjalar dihatiku. Awas aja, kalau ketemu tuh anak, aku bakal bales gunting tangannya yang sudah tega menyakiti anakku! (begitu yang kupikirkan seketika itu)
Menurut Bu Guru, luka ditangan Radit sudah diobati dan dia tidak menangis lagi. Malah katanya, Radit sudah bermain seperti biasa. Oke dech, akupun menahan diri tidak melihatnya ke sekolah.
Trus, tak lama bu guru pergi. Nenek dari tuh anak yang ngegunting Radit datang dan meminta maaf padaku. Yach, marah yang ada dalam hatiku sedikit mereda dan akupun menyadari posisi tuh anak yang “kurang kasih sayang orang tua”. Masalahpun dianggap selesai hari itu.
Pas Radit pulang sekolah, aku lihat tangannya diperban. Setelah kurayu, akhirnya diapun mengizinkan aku membuka perbannya. Darahku berdesir hebat, sakiiit banget. Ternyata luka ditangannya sangat dalam, pasti gunting yang dipakai menggunting sangat tajam. Ya Allah, mendadak aku merasa jengkel banget pada tuh anak. Pengen banget ngasih pelajaran, biar dia kapok. (gemezzzz bgt)

Keesokan harinya, aku sengaja mengantar Radit ke sekolah. Niatnya sich mau nemuin tuh anak n kasih peringatan agar tidak jahat lagi. Eh, aku lihat Radit langsung nyamperin tuh anak dan bermain riang bersamanya. Subhanallah, sungguh anak kecil itu hatinya sangat suci. Tak ada dendam, tak ada benci, bahkan pada teman yang sudah menyakitinya. Mendadak aku merasa tertampar. Astaghfirullahal adzim, aku sangat malu dan pelan-pelan mlipir pulang ke rumah sembari menghapus dendam n sakit hatiku pada tuh anak super.

Sungguh, tak ada yang sia-sia dari kejadian yang menimpa orang-orang di sekeliling kita. Kejadian pahit sekalipun, semua pasti menyisakan pelajaran berharga bagi yang mau memahami. Sejak saat itu, akupun mulai belajar mengendalikan amarah, dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Semua itu tentu karena aku ingin mendapat pujian Allah, sebagaimana dalam Firmannya berikut :

Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS Ali ‘Imran:134).



Subhanallah, semoga kita termasuk golongan orang-orang yang dipuji Allah dengan sebutan bertaqwa. amiin.


Loading...
Previous
Next Post »