Kehamilan Pertama yang Penuh Cerita

Persiapan fisik dan mental suami istri sangat dibutuhkan ketika menghadapi kehamilan, karena kalau tidak, bisa berabe seperti kisah saya dan suami berikut :

Bulan Pertama Kehamilan

Bulan kedua setelah menikah, aku langsung mendapatkan kehamilan. Bingung dan cemas sudah pasti mengingat ini kehamilan pertama, apalagi kondisiku waktu itu jauh dari orang tua. Awalnya semua berjalan seperti biasa, namun seminggu kemudian aku mulai merasakan mual dan muntah yang sensasinya bertambah setiap hari. Tidak hanya kehilangan nafsu makan, aku juga menjadi lebih sensitif dan emosian.
Beruntung suamiku sabar dan pengertian. Demi agar perutku tetap terisi, suami membelikan cemilan dan buah-buahan kesukaanku. Meskipun susah, demi janin dalam kandungan, aku berusaha telaten mengonsumsi makanan bergizi dan susu kehamilan.
Gambar diambil disini

Ngidam dan Keanehanku

Pernah suatu pagi, aku muntah-muntah ketika mencium aroma bakso dari jendela kamar (padahal bakso termasuk makanan favoritku). Usut punya usut, ternyata pegawai tetangga belakang rumah yang penjual bakso tengah asyik mero*ok di bawah jendela. Bukan sehari dua hari saja dia parkir di bawah jendela, tapi hampir setiap hari jam 9 pagi. Ya sudahlah, daripada jengkel, akupun memilih menutup jendela rapat-rapat dan memakai masker tebal.
Oiya, aku juga punya pengalaman ngidam yang lucu. Suatu kali, tiba-tiba aku pengen banget buah bengkuang. Mendengar permintaanku, suamipun langsung semangat 45 pergi ke pasar. Tak lama kemudian dia kembali membawa satu kresek besar penuh dengan buah bengkuang. Lah, emang dipikir, aku mau jualan rujak apa? Maksudku, aku minta dibelikan dua potong atau berapa di tukang buah kupas pinggir jalan, eh nggak tahunya?
Ngidam kedua terjadi jam 23.30 WIB. Saat itu aku terjaga dari tidur, eh tiba-tiba kepikiran mie ayam yang seger. “Ayah, aku mau mie ayam yang gak banyak bumbu, dan gak pake bau”. Meski bangun tidur, suamiku langsung siaga melayani permintaan istrinya yang lagi rewel ini. Setelah berputar-putar selama setengah jam, akhirnya suami kembali membawa dua porsi mie ayam. Baru sampai didepan kamar, aku langsung menyuruhnya pergi jauh-jauh karena tiba-tiba aku tidak selera setelah mencium aroma khas mie ayam.
“Hem, sabar.. untung istri sendiri yang minta, kalau enggak....,”kata suamiku seraya menghabiskan dua porsi mie ayam di tengah malam.

Masa Sulit berlalu

Setelah tiga bulan berlalu, segala yang menyebalkan itupun menghilang dengan sendirinya. Aku sudah kembali menjadi diriku sendiri yang mandiri, ceria, dan rajin. Aku menikmati perkembangan demi perkembangan kehamilanku dengan bahagia. Tendangan halus si kecil di perut, membuatku semakin bersemangat menjaganya. Semakin hari, tendangannya semakin kuat dan saat itu akupun semakin tidak sabar menunggu kehadirannya.

Selamat Datang Jagoan Kecilku!

Suatu sore, aku mengalami flek kemerahan. Karena belum pengalaman, akupun bertanya pada mertua. Dia bilang kayaknya waktu melahirkan sudah dekat dan memintaku segera ke Bidan kalau sudah sakit sekali. Ternyata benar, jam 22.00 aku mengalami kontraksi yang terus menguat. Aku sengaja diam dan tidak memberitahu siapapun. Biasa, sifatku yang mandiri membuatku tak ingin merepotkan banyak orang, termasuk suami yang gampang panik.
Malam itu, sambil merasakan sakit, aku menyiapkan segala keperluan melahirkan. Tepat adzan subuh berkumandang, aku baru membangunkan suami dan menceritakan semuanya. Setelah suami sholat, aku mengajaknya jalan kaki menuju ke rumah bidan yang berjarak 500 meter. Berjalan kaki seraya menahan sakitnya kontraksi itu luar biasa sekali. Setelah dua jam bersakit-sakit, akhirnya tangis jagoanku memenuhi seluruh ruangan. Alhamdulillah, lega dan bahagia rasanya.
Foto Radit saat berumur 2 tahun


“Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Hamil dan Melahirkan ala Bunda Salfa”
Loading...
Previous
Next Post »