Cinta Putih Zahraa - Islam adalah agama yang konsisten. Menerapkan aturan dan tatacara secara konsisten. Salah satu buktinya adalah mengenai aurat manusia yang tidak sembarangan orang dapat melihatnya. pun, sampai manusia meninggal duniapun, saat akan dimandikan dan dikafani, orang-orang tertentu dari si mayit yang boleh melakukannya. Lalu, Siapakah yang Boleh Memandikan Jenazah?
Sebelumnya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi saat akan memandikan jenazah, yakni:
1. muslim dan berakal
2. sesuai dengan wasiat si mayit, yakni:
a. apabila si mayit sebelumnya telah mewasiatkan kepada orang tertentu (sesuai dengan syariat Islam tentunya), maka orang itulah yang berhak memandikan.
b. Jika si mayit tidak mewasiatkan maka yang berhak memandikan adalah orang-orang tertentu yang disebutkan dalam Islam (terbahaskan dibawah).
3. sama jenis kelaminnya, lelaki memandikan lelaki, perempuan memandikan perempuan kecuali suami/istrinya.
4. Memandikan jenazah lebih disukai tidak lebih dari 3 orang
5. Mandikan ditempat tertutup/ditutupi tabir agar orang yang tidak berkompeten tidak melihatnya, jauhkan juga dari anak-anak yang akan melihatnya, karena bukan konsumsi untuk mereka.
Lalu, sebenarnya siapakah yang boleh memandikan jenazah?
a. jika jenazah itu laki-laki maka ayah, kakeknya, anak lelaki atau cucu lelaki.
b. Jika jenazah perempuan, maka yang paling berhak memandikan adalah ibunya, neneknya, anak perempuannya, atau cucu perempuannya.
c. Suami atau istri boleh melakukan memandikan pasangannya. Dasarnya adalah:
Karena Ali bin Abi Thalib Radhiyallohu ‘anhu telah memandikan istrinya, yaitu Fatimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. (Lihat, Al-Mushannaf fi Al-Ahaadits wa Al-Aatsaar karya Ibnu Abi Syaibah, 2/455, 456; jg Al-Mushannaf karya Abdurrazzaq Ash-Shan`ani, 3/408-411. hadits ini dihukumi hasan oleh Al-Albani. Lht pula, Irwa` Al-Ghalil, 3/162).
Demkian pula dengan Asma` binti Umais Radhiyallohu ‘anha, ia telah memandikan suaminya, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallohu ‘anhu. (Lihat, Al-Mushannaf fi Al-Ahaadits wa Al-Aatsaar karya Ibnu Abi Syaibah, 2/455, 456; jg Al-Mushannaf karya Abdurrazzaq Ash-Shan`ani, 3/408-411)
d. Jika orang-orang terdekat tidak mampu mampu, maka bisa lelaki atau perempuan yang terpercaya, bisa memegang rahasia (tubuh atau kondisi mayit) yang menguasai fiqh mengenai perawatan jenazah.
e. Untuk anak-anak dibawah 7 tahun, dalam keadaan darurat yang memandikan boleh berlainan kelamin. Karena anak kecil dianggap belum tamyiz, belum cukup umur (berakal) dalam membedakan yang benar dan salah, dan tak ada batasa aurat untuknya.
f. Jika diserahkan kepada pihak rumahsakit, semisal meninggal disana, maka harus dipastikan jika petugas yang merawat jenazah seperti yang disyariatkan oleh Islam, seperti aturan diatas.
Demikan mengenai beberapa hal Siapakah yang Boleh Memandikan Jenazah yang sesuai dengan fiqh, semoga bermanfaat.
1. muslim dan berakal
2. sesuai dengan wasiat si mayit, yakni:
a. apabila si mayit sebelumnya telah mewasiatkan kepada orang tertentu (sesuai dengan syariat Islam tentunya), maka orang itulah yang berhak memandikan.
b. Jika si mayit tidak mewasiatkan maka yang berhak memandikan adalah orang-orang tertentu yang disebutkan dalam Islam (terbahaskan dibawah).
3. sama jenis kelaminnya, lelaki memandikan lelaki, perempuan memandikan perempuan kecuali suami/istrinya.
4. Memandikan jenazah lebih disukai tidak lebih dari 3 orang
5. Mandikan ditempat tertutup/ditutupi tabir agar orang yang tidak berkompeten tidak melihatnya, jauhkan juga dari anak-anak yang akan melihatnya, karena bukan konsumsi untuk mereka.
Lalu, sebenarnya siapakah yang boleh memandikan jenazah?
a. jika jenazah itu laki-laki maka ayah, kakeknya, anak lelaki atau cucu lelaki.
b. Jika jenazah perempuan, maka yang paling berhak memandikan adalah ibunya, neneknya, anak perempuannya, atau cucu perempuannya.
c. Suami atau istri boleh melakukan memandikan pasangannya. Dasarnya adalah:
Karena Ali bin Abi Thalib Radhiyallohu ‘anhu telah memandikan istrinya, yaitu Fatimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. (Lihat, Al-Mushannaf fi Al-Ahaadits wa Al-Aatsaar karya Ibnu Abi Syaibah, 2/455, 456; jg Al-Mushannaf karya Abdurrazzaq Ash-Shan`ani, 3/408-411. hadits ini dihukumi hasan oleh Al-Albani. Lht pula, Irwa` Al-Ghalil, 3/162).
Demkian pula dengan Asma` binti Umais Radhiyallohu ‘anha, ia telah memandikan suaminya, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallohu ‘anhu. (Lihat, Al-Mushannaf fi Al-Ahaadits wa Al-Aatsaar karya Ibnu Abi Syaibah, 2/455, 456; jg Al-Mushannaf karya Abdurrazzaq Ash-Shan`ani, 3/408-411)
d. Jika orang-orang terdekat tidak mampu mampu, maka bisa lelaki atau perempuan yang terpercaya, bisa memegang rahasia (tubuh atau kondisi mayit) yang menguasai fiqh mengenai perawatan jenazah.
e. Untuk anak-anak dibawah 7 tahun, dalam keadaan darurat yang memandikan boleh berlainan kelamin. Karena anak kecil dianggap belum tamyiz, belum cukup umur (berakal) dalam membedakan yang benar dan salah, dan tak ada batasa aurat untuknya.
f. Jika diserahkan kepada pihak rumahsakit, semisal meninggal disana, maka harus dipastikan jika petugas yang merawat jenazah seperti yang disyariatkan oleh Islam, seperti aturan diatas.
Demikan mengenai beberapa hal Siapakah yang Boleh Memandikan Jenazah yang sesuai dengan fiqh, semoga bermanfaat.
Baca Artikel Keren Lainnya
5 Alasan Sehat Makan Menggunakan Tiga Jari Ala RasulullahRahasia Keajaiban Sayap Lalat dalam Hadits Nabi
Wanita, Ini Pesan Rasulullah Tentang Cara Bergaul
Waspadai 9 Ciri-Ciri Pengobatan Mengandung Sihir
Ternyata, Manusia Memiliki Pendamping Malaikat dan Jin
Loading...