Dulu Rifa sempat berpikir bahwa suami adalah miliknya seutuhnya. Sedikitpun Rifa tidak rela bila suaminya membagi hati pada wanita lain. Bahkan kepada keluarganya sendiri saja, Rifa sempat cemburu jika suaminya sampai mengabaikan keberadaannya. Namun seiring berjalannya waktu menyisakan pelajaran tersendiri buat Rifa akan arti cinta yang sesungguhnya. Bahwa cinta bukan sekedar saling memiliki, tapi juga saling berbagi kebahagiaan.(Baca juga : Ketika Pria Masa Lalu hadir dalam pernikahan)
Sedikit demi sedikit kewarasan Rifa berhasil melenyapkan ego dalam dirinya. Status sebagai istri dan juga ibu membuatnya mulai bisa berbagi hati dan cinta kepada yang lain, terutama putra-putrinya. Rifa semakin mengerti bahwa keberadaannya tak semata sebagai pelengkap dalam bingkai rumah tangga, namun juga penjaga hati kami yang rentan terkontaminasi keadaan. (Ternyata, Poligami bukan dari Islam)
Suatu hari, tanpa sengaja Rifa menemukan sebuah surat dari akhwat yang lewat di timeline akun Facebooknya. Dari judul dan gambar ilustrasinya, Rifa tahu bahwa surat tersebut tentang poligami. Awalnya Rifa tak berniat membacanya, apalagi sekedar membuka link yang sekilas dia ketahui berisi curahan hati akhwat.
Namun entah kekuatan apa yang kemudian mendorong Rifa untuk mengklik tautan itu, sehingga diapun mengerti isi surat yang intinya memohon para istri untuk mendorong suaminya berpoligami.
Awalnya Rifa sempat mengutuk penulis surat itu, karena begitu mudahnya meminta orang lain untuk memahami perasaannya. Begitu mudahnya menuduh wanita beristri sebagai wanita yang ingin menguasai para suami. Rifa tercenung sesaat manakala dalam surat tersebut, akhwat tersebut meminta para istri untuk tidak melarang, tapi mendorong suami untuk berpoligami.
Perlahan Rifa membayangkan betapa beratnya harus berbagi hati dengan wanita lain, namun sisi hatinya yang lain mencoba berada dalam posisi mereka. Setelah mencermati dan memahami maksudnya, akhirnya mata hati Rifa terbuka. Rifa semakin mengerti mengapa Allah menghalalkan lelaki menikah lebih dengan satu istri. (Baca juga : Kisah Polisi dan Istrinya yang lumpuh)
Meskipun tidak membenci poligami, bukan berarti perasaan Rifa tidak galau ketika mencoba mengatakan pada suaminya. Awalnya Rifa ingin mengabaikan dan segera melupakan isi surat itu, namun sisi hatinya yang lain merasa tidak nyaman. Hari-hari Rifa seperti dihantui dosa yang tak berkesudahan.
Saat sore tiba, seperti biasanya dia dan suami duduk santai menunggu datangnya waktu solat maghrib. Tak mau waktu sia-sia, Rifapun mencoba menyampaikan kegalauan hati yang dia rasakan selama berhari-hari lamanya.
“Ayah, pernahkah terbersit dihatimu untuk berpoligami?”kata Rifa terbata-bata.
Bukannya menjawab pertanyaan Rifa, sang suami malah senyum-senyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya,”emangnya pertanyaanmu perlu dijawab?”ia balik bertanya.
“Ayah, serius nih. Jangan membuatku galau dong,”kata Rifa coba memaksa suaminya mengungkapkan kejujuran hatinya.
“Mau dijawab jujur atau bohong?”ia kembali menggoda Rifa dengan permainan kata-katanya.
Spontan wajah Rifa menunjukkan ekspresi sebel pada suaminya. Melihat istrinya sewot, akhirnya sang suami kembali menggoda Rifa,”istri satu saja nggak habis-habis, masak mau nambah lagi?”
Rifa paham betul sikap suaminya yang termasuk tipe setia. Jadi poligami bukanlah satu agenda yang penting dalam hidupnya.
“Ayah, mungkin poligami tak pernah terlintas di pikiranmu, tapi kali ini aku menyarankan agar ayah mau berpikir untuk poligami,”kata Rifa seraya menceritakan panjang lebar tentang isi surat yang dia baca beberapa hari lalu.
Lagi-lagi, suaminya hanya tersenyum penuh arti menanggapi anjuran Rifa untuk memikirkan tentang poligami,”kewajibanmu untuk menyuruhku poligami sudah kamu tunaikan ya, dan jawabanku adalah aku tidak berniat, karena aku ingin menggapai surga dengan satu istri, yakni kamu.”ujarnya sembari menarik Rifa kedalam pelukannya.
“Tapi Yah, poligami itu ibadah loh dan Allah juga menghalalkannya,”kata Rifa mencoba memancing reaksinya.
“Its Ok, poligami memang ibadah. Tapi kan masih banyak ibadah lain yang lebih mudah dilakukan, seperti mencintai istri, merawat anak-anak, berbakti pada orang tua, mencintai anak yatim, dan masih banyak yang lainnya. jadi intinya, ibadah bukan hanya poligami saja,”ucapnya tegas.
Benar juga penjelasan suamiku,pikir Rifa. Poligami memang ibadah, tapi tidak perlu disombongkan, dipamerkan, apalagi dibanggakan dihadapan banyak orang. Allah memang menghalalkan lelaki menikahi lebih dari satu istri, namun Allah tidak mewajibkan bagi umatnya. Bahkan disarankan untuk yang tidak bisa berbuat adil untuk menikahi satu istri saja.
Hati Rifa sedikit lega mendengar jawaban tegas suaminya. Ini bukan semata karena Rifa merasa menang atas penolakan suaminya atas usulan untuk berpoligami, tapi lebih lebih karena gugurnya kewajibannya untuk mengingatkan suami atas besarnya pahala bagi yang sukses menjalankan poligami.
“Oh iya, Ma. Kalau boleh tahu, memangnya kamu siap jika aku menikah lagi dengan wanita lain?”tanya sang suami dengan mimik serius.
Keceriaan Rifa mendadak sirna manakala suaminya menanyakan kesiapannya untuk dipoligami. Ternyata masih ada rasa berat ketika mencoba menerima poligami,”ehm siap nggak siap ya harus siap dong,”ujar Rifa sembari tertawa mencoba menutupi kegalauan hatinya.
“Menurut Mama, apakah anak-anak kita siap menerima ayahnya berpoligami? Lalu bagaimana dengan orang tuaku dan juga mertuaku?”ujar suaminya mencoba menunjukkan fakta bahwa tidak semua orang sukses menjalankannya.
“Ya lambat laun mereka pasti akan siap kan, Yah,”jawab Rifa mencoba bersikap bijak.
“Hidup tidak bisa sesimpel itu, sayang. Aku ingin hidup sewajarnya saja seperti orang-orang yang normal, memiliki keluarga bahagia dnegan anak-anak yang soleh dan solihah. Poligami itu berat pertanggungjawabannya, karena ada banyak hati yang harus dipikirkan perasaannya,”kata suaminya menutup bahasan tentang poligami.
Rifa tak lagi bisa membantah pendapatnya. Kini Rifa semakin mengerti bahwa tidak semua laki-laki bisa diibaratkan sebagai kucing bertemu ikan asin ketika bertemu dengan wanita lain yang jauh lebih baik secara fisik dari istrinya. Lelaki beriman dan waras pasti akan mempertimbangkan dengan baik segala sesuatunya sebelum memutuskan membangun istana cinta baru ditengah kerajaan cintanya yang lama.
Diam-diam Rifa semakin mengagumi sosok yang tengah menggenggam hatinya dengan erat. Ada rasa syukur yang menjalar dalam nadinya akan besarnya karunia Allah atas dipilihkannya lelaki soleh yang mendampinginya dalam menggapai surga_Nya.
Suara adzan maghrib membuyarkan kebersamaan mereka, dalam sekejab saja anak-anak sudah berlarian menuju ke tempat wudhu. Setelah menyucikan diri, mereka bergegas ke mushola keluarga untuk solat jamaah.
Ada haru yang mendera dalam hati Rifa manakala menyaksikan anak-anaknya yang tengah khusyu dalam doanya. “Ya Allah, jagalah pernikahan kami agar kelak bisa menggapai surga_Mu atasnya.”bisik Rifa dalam doa.
Loading...